Daftar Isi
Saat diskusi santai sambil ngopi, seorang teman melontarkan pertanyaan sederhana namun penuh makna: Seandainya uang tidak menjadi masalah, apa yang ingin kamu lakukan? Seharusnya, pertanyaan itu mudah dijawab. Tapi ruangan mendadak terasa sunyi, saya mencoba mencerna maksud di balik pertanyaan tersebut.
Teman saya melanjutkan. Kalau kamu belum bisa menjawabnya, atau hanya menjawab ingin jalan-jalan, makan enak, membeli barang mewah, maka itu pertanda bahwa kamu belum siap memiliki uang sebanyak yang kamu inginkan. Kata-katanya membuat saya berpikir lebih dalam.
Perkataan itu bagaikan petir yang mengusik pikiranku. Sebab jawaban yang ia sebutkan tadi itu jawaban pertama yang terlintas dalam pikiranku. Sebagai seseorang yang sejak lama menghadapi masalah finansial, saya memiliki banyak keinginan yang terpendam, atau bahkan sudah saya lupakan karena keterbatasan dana. Jadi jika saya memiliki uang dalam jumlah besar, tentu saya ingin mewujudkan segala impian dan angan-angan saya.
Namun benarkah bahwa pola pikir seperti itu menunjukkan ketidaksiapan saya menerima uang dalam jumlah besar? Apakah ini alasan mengapa saya sulit keluar dari permasalahan finansial yang terus membelenggu? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala saya, menggiring saya pada sebuah pertanyaan mendasar yang pernah saya hindari: Apa makna uang bagiku?
Uang itu Kepercayaan Tertinggi
Satu hal menarik yang saya sadari dalam perjalanan ini yaitu, uang adalah bentuk kepercayaan tertinggi yang pernah diciptakan manusia. Tidak peduli apa agama seseorang, apa kepercayaannya, atau dari mana asalnya, semua orang sepakat bahwa selembar uang Rp100.000 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan selembar uang Rp1.000.
Kepercayaan ini begitu kuat sehingga mampu menyatukan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Di dalam sebuah transaksi, kita tidak pernah benar-benar menukar barang dengan barang, tetapi menukar kepercayaan bahwa uang yang kita gunakan memiliki nilai yang sah dan diakui oleh semua orang.
Fakta bahwa uang dapat digunakan di mana saja dan diterima oleh siapa saja menunjukkan bahwa sistem ekonomi global dibangun di atas landasan kepercayaan yang sama. Jika kepercayaan terhadap uang runtuh, maka seluruh sistem keuangan akan ikut hancur. Oleh karena itu memahami uang bukan hanya sekadar memahami angka, tetapi juga memahami bagaimana manusia memberi makna dan kepercayaan terhadap sesuatu yang sebenarnya hanyalah selembar kertas atau angka digital di layar.
Dengan pemahaman ini, saya mulai melihat uang dengan cara yang berbeda. Saya tidak lagi melihatnya sebagai sumber kecemasan, tetapi sebagai alat yang dapat membantu saya mencapai kehidupan yang lebih baik, asalkan saya memiliki kepercayaan yang sehat terhadapnya.
Ketakutan yang Tidak Saya Sadari
Bagi saya, uang bukan sekadar alat tukar. Ia sumber kecemasan yang tiada akhir. Berapa pun jumlah uang yang saya dapatkan, saya selalu merasa kurang. Tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari, tidak cukup untuk keperluan darurat, apalagi untuk menabung. Saya hidup dalam bayang-bayang ketakutan akan kekurangan. Pikiran ini terus menghantui, membuat saya merasa seolah-olah saya tidak pernah bisa keluar dari lingkaran kesulitan keuangan.
Padahal saya tahu bahwa uang hanyalah sistem kepercayaan, seperti yang dibahas pada segmen sebelumnya. Namun mengapa saya memberikan beban emosional begitu besar pada sesuatu yang seharusnya netral? Seharusnya, uang adalah alat yang membantu saya menjalani kehidupan dengan lebih baik, bukan sumber ketakutan yang membatasi saya.
Ketakutan ini ternyata berakar dalam pengalaman masa kecil saya. Saya tumbuh dengan menyaksikan bahwa uang sering menjadi sumber pertengkaran. Secara tidak sadar, saya mengaitkan uang dengan konflik, ketidakamanan, dan ketidakpastian. Saya ingin uang dalam jumlah besar, tetapi di sisi lain alam bawah sadar saya menolaknya karena merasa uang membawa ketidaknyamanan. Saya selalu merasa bahwa memiliki banyak uang berarti harus menghadapi masalah yang lebih besar.
Ketika menyadari ini, saya merasa aneh dan bingung. Bagaimana bisa saya menginginkan sesuatu, tetapi sekaligus takut memilikinya? Apakah mungkin ketakutan ini yang selama ini menghambat saya untuk meraih kebebasan finansial? Saya pun mulai mempertanyakan keyakinan saya sendiri dan bagaimana cara mengubahnya.
Mengubah Mindset Tentang Uang
"The value of money lies in our mind, not in the money itself." ~ Hany Gungoro, CFA.
Pernyataan ini menyadarkan saya bahwa nilai uang bukanlah angka yang tertera di rekening, melainkan bagaimana kita memaknainya dalam pikiran. Jika saya terus mengasosiasikan uang dengan ketakutan dan ketidakcukupan, maka sebanyak apa pun uang yang saya miliki, saya akan tetap merasa kurang.
Maka saya mulai berusaha mengubah cara pandang saya terhadap uang. Saya mencoba melakukan afirmasi positif setiap kali rasa takut muncul. Jika sebelumnya saya membiarkan diri terhanyut dalam kecemasan, kini saya mulai mengingatkan diri sendiri: Saya berada dalam keadaan baik, dan saya memiliki cukup uang. Saya mulai menginternalisasi bahwa memiliki uang bukanlah sesuatu yang harus saya takuti.
Saya juga mulai melakukan hal yang selama ini saya hindari: menghitung uang saya sendiri. Dulu saya enggan melihat saldo rekening karena takut melihat jumlahnya yang kecil. Sekarang saya mulai menghitung dan mencatatnya, berapa pun nominalnya, sebagai bentuk penghargaan terhadap apa yang sudah saya miliki. Dengan cara ini, saya mulai merasa lebih berdaya dalam mengelola uang.
Proses ini tidak mudah. Diperlukan keberanian untuk menghadapi ketakutan yang selama ini saya abaikan. Namun, semakin saya memahami akar dari ketakutan saya, semakin saya bisa melepaskan pola pikir lama dan menggantinya dengan perspektif yang lebih sehat. Saya menyadari bahwa perubahan tidak terjadi dalam semalam, tetapi saya siap untuk terus belajar.
Menerima Keberlimpahan dengan Hati Terbuka
Seiring waktu saya menyadari bahwa masalah utama saya bukanlah jumlah uang yang saya miliki, tetapi bagaimana saya memaknainya. Saya harus melepaskan ketakutan dan menggantinya dengan keyakinan bahwa saya layak menerima dan mengelola uang dalam jumlah besar. Saya mulai membayangkan kehidupan di mana saya memiliki kebebasan finansial tanpa dihantui rasa cemas.
Kini, saya tidak lagi takut jika memiliki uang banyak. Saya melihatnya sebagai alat untuk mewujudkan impian dan berbagi dengan orang-orang yang saya cintai. Saya mulai membuat rencana keuangan yang lebih baik, merencanakan investasi, dan membangun masa depan yang lebih stabil. Saya ingin menikmati hidup tanpa dihantui rasa takut yang tidak beralasan.
Ketika seseorang bertanya lagi, "Apa yang ingin kamu lakukan jika uang bukan lagi masalah?", saya tidak lagi ragu. Saya ingin melakukan hal-hal yang saya impikan, mewujudkan proyek yang saya yakini, dan berbagi lebih banyak dengan orang-orang di sekitar saya. Saya ingin menciptakan dampak positif dengan sumber daya yang saya miliki.
Karena saya telah siap. Siap untuk memiliki, mengelola, dan menikmati uang sebanyak yang saya inginkan—tanpa rasa takut. Saya telah belajar bahwa uang bukan musuh, melainkan sekutu yang dapat membantu saya mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan kesiapan ini, saya percaya bahwa kelimpahan akan datang dengan sendirinya.
(slawiayu/roy)