Kabupaten Tegal merupakan salah satu wilayah administratif di bagian barat laut Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan luas mencapai 878,79 km². Berdasarkan data pertengahan tahun 2024, jumlah penduduknya tercatat sebanyak 1.727.497 jiwa. Kabupaten ini memiliki pusat pemerintahan yang berlokasi di Kecamatan Slawi, setelah sebelumnya ibu kota kabupaten berada di Kota Tegal. Perubahan ini terjadi setelah Kota Tegal secara administratif memisahkan diri dan menjadi wilayah tersendiri. Kecamatan Slawi, yang kini menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Tegal terletak sekitar 20 kilometer di selatan pusat Kota Tegal.
Kabupaten Tegal memiliki peran penting dalam perkembangan industri gula di era kolonial Hindia Belanda. Bersama dengan Kabupaten Pekalongan, wilayah ini dikenal sebagai tempat kelahiran industri gula kolonial. Pada masa kejayaannya, Kabupaten Tegal menjadi salah satu pusat produksi gula utama yang hasilnya diekspor melalui pelabuhan di Kota Tegal. Namun, peran industri gula mulai berkurang seiring berjalannya waktu, terutama setelah pertengahan abad ke-20.
Selain industrinya, Kabupaten Tegal juga dikenal karena kulinernya, terutama warung makan khas yang disebut Warteg, akronim dari Warung Tegal. Warteg telah menjadi ikon kuliner rakyat yang menawarkan berbagai menu dengan harga terjangkau, tidak hanya populer di daerah Tegal tetapi juga di berbagai kota besar di Indonesia.
Sejarah Kabupaten Tegal
Nama Tegal sendiri diyakini berasal dari kata "Tetegal," yang berarti tanah yang mampu menghasilkan tanaman pertanian (tegalan). Sumber lain menyebutkan bahwa nama Tegal berasal dari "Teteguall," sebuah sebutan yang diberikan oleh pedagang Portugis bernama Tome Pires ketika singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun 1500-an.
Kabupaten Tegal secara resmi berdiri pada 18 Mei 1601. Cikal bakal terbentuknya kabupaten ini tidak bisa dilepaskan dari peran Ki Gede Sebayu yang merupakan seorang tokoh berasal dari keturunan Majapahit. Ki Gede Sebayu merupakan anak dari Pangeran Onje, Adipati Purbalingga, serta cucu dari Ki Ageng Wunut yang membesarkannya dengan nilai-nilai luhur. Sejak kecil Ki Gede Sebayu dididik dengan ajaran moral yang kuat, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang ramah dan santun.
Menginjak usia dewasa, Ki Gede Sebayu disuwitakan oleh ayahnya untuk menjadi prajurit di Keraton Pajang. Ia pun menjalani pelatihan keprajuritan dan ilmu kanuragan yang kemudian menjadi bekal dalam perjalanan hidupnya.
Saat terjadi perebutan tahta Pajang oleh Arya Pangiri dari tangan Pangeran Benowo, Ki Gede Sebayu memutuskan mеnіnggаlkan keraton dan bergabung dengan pasukan Mataram yang dipimpin Pangeran Benowo. Dalam pertempuran tersebut, Ki Gede Sebayu memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Arya Pangiri hingga akhirnya Pajang kembali ke tangan Pangeran Benowo.
Usai pertempuran pada tahun 1587, Ki Gede Sebayu dan pengikutnya memutuskan melakukan perjalanan ke barat. Mereka tiba di Desa Taji, Bagelan, dan disambut oleh Demung Ki Gede Karang Lo. Lantas Ki Gede Sebayu melanjutkan perjalanan ke Purbalingga untuk berziarah ke makam ayahnya sebelum melanjutkan perjalanan ke utara melewati Gunung Slamet. Setelah tiba di Desa Pelawangan, ia menyusuri pantai utara ke arah barat hingga akhirnya mencapai padepokan Ki Gede Wonokusumo di sekitar Kali Gung.
Kedatangan Ki Gede Sebayu dan rombongannya disambut dengan hangat oleh Ki Gede Wonokusumo. Bersama masyarakat setempat, Ki Gede Sebayu mulai membangun permukiman dan berupaya meningkatkan hasil pertanian dengan memperluas lahan serta membangun sistem irigasi. Melihat kesuburan tanah di wilayah tersebut, ia semakin yakin untuk menetap dan mengembangkan daerah itu. Sebagai hasil dari upaya tersebut, kawasan ini kemudian dikenal sebagai Tegal.
Atas keberhasilannya dalam membangun dan menata wilayah ini, pada 18 Mei 1601, Panembahan Senopati mengangkat Ki Gede Sebayu sebagai Juru Demung atau penguasa lokal di Tlatah Tegal. Dengan pangkat Tumenggung, setara dengan Bupati, ia resmi menjadi pemimpin wilayah ini, menandai awal berdirinya Kabupaten Tegal. Sejak saat itu Tegal berkembang menjadi daerah yang maju, terutama di sektor pertanian, dan menjadi bagian penting dalam sejarah Jawa Tengah.
Pemimpin Tegal 2025
Sebagai pemimpin pertama, Ki Gede Sebayu memegang jabatan setingkat bupati dengan sebutan Juru Demung dan memimpin hingga tahun 1620. Ia kemudian dimakamkan di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang.
Kepemimpinan dilanjutkan oleh Ki Gede Honggowono pada tahun 1620 hingga 1625. Ia juga memegang jabatan Juru Demung dan setelah wafat dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru. Setelahnya, Pangeran Adipati Martoloyo mengambil alih kepemimpinan dari tahun 1625 hingga 1678.
Pada tahun 1678, Kabupaten Tegal dipimpin oleh Tumenggung Sindurejo yang hanya menjabat selama satu tahun, kemudian digantikan oleh Tumenggung Honggowono yang memimpin dari 1679 hingga 1680. Tumenggung Honggowono yang juga dikenal dengan nama Reksonegoro kemudian dimakamkan di Desa Kalisoka. Selanjutnya, Tumenggung Secowijoyo memerintah hingga tahun 1697, diikuti oleh Tumenggung Secomenggolo yang berkuasa dari tahun 1697 hingga 1700.
Tritonoto menjadi pemimpin Kabupaten Tegal dari 1700 hingga 1702, sebelum akhirnya digantikan oleh Tumenggung Bodroyudo Secowardoyo I atau yang dikenal sebagai Reksonegoro II. Ia memimpin selama lebih dari empat dekade, dari 1702 hingga 1746, dan digantikan oleh Tumenggung Secowardoyo II (Reksonegoro III) yang memerintah hingga 1776. Reksonegoro III kemudian dimakamkan di Desa Kalisoka, seperti beberapa pendahulunya.
Pada tahun 1776, Kabupaten Tegal dipimpin oleh Tumenggung Kartoyodo atau Reksonegoro IV hingga tahun 1800. Kemudian, kepemimpinan berlanjut kepada R.M. Panji Haji Cokronegoro VI yang memerintah hingga tahun 1816 dan dimakamkan di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng.
Pergantian pemimpin terus berlangsung dengan berbagai nama besar, seperti Tumenggung Surenggrono pada 1816, Tumenggung Sumodiwangso (Suroloyo) pada 1816-1819, serta Tumenggung Secomenggolo pada 1819-1821. Pada 1821, R.M.A. Reksonegoro VI naik takhta hingga 1857 dan dimakamkan di Desa Tegalarum, Kecamatan Adiwerna.
Pada paruh kedua abad ke-19, Kabupaten Tegal dipimpin oleh sejumlah pemimpin dengan masa jabatan yang bervariasi. Tumenggung Sosronegoro menjabat pada 1857-1858, diikuti oleh Mas Ronggo Surodipuro pada 1858-1862, R. Tumenggung Widyoningrat pada 1862-1864, dan R. Tumenggung Panji Sosrokusumo pada 1864-1869. Kemudian, R.M. Ore (Reksonegoro VII) serta R.M. Kis (Reksonegoro VIII) melanjutkan kepemimpinan hingga awal abad ke-20.
Memasuki abad ke-20, Kabupaten Tegal mengalami perubahan kepemimpinan yang lebih dinamis. R.M. Suyitno (Reksonegoro IX) memimpin dari 1903 hingga 1929, kemudian digantikan oleh R.M. Susmono (Reksonegoro X) hingga 1935. Selanjutnya, jabatan bupati dipegang oleh J. Patih R. Subiyanto (1935-1937) dan R. Tumenggung Slamet Kertonegoro (1937-1942).
Pada masa pendudukan Jepang, Kabupaten Tegal dipimpin oleh Mr. Moh. Besar (1942-1944) yang juga menjabat sebagai Burgermester, diikuti oleh Raden Sunaryo (1944-1945). Setelah Indonesia merdeka, kepemimpinan berpindah kepada Kyai Abu Sujai (1945-1946), yang kemudian dimakamkan di Talang. Setelah itu, Prawoto Sudibyo (1946-1948), R. Soeputro (1948-1949), dan R.M. Susmono Reksonegoro (1949-1950) memimpin Kabupaten Tegal.
Pada era setelah kemerdekaan, R.M. Sumindro menjabat dari 1950 hingga 1955, diikuti oleh R.M. Projosumarto (1955-1960), Sutoro (1960-1966), Pj. Munadi (1966), dan Pj. R. Sutarjo (1967). Pada tahun 1967, Letkol. R. Supandhi Yudodharmo diangkat menjadi bupati hingga periode yang tidak diketahui, kemudian diteruskan oleh Letkol. R. Samino Sastrosuwignyo (1973-1977) dan Drs. Herman Sumarmo sebagai pejabat sementara pada 1977-1978.
Pada dekade 1980-an dan 1990-an, Hasyim Dirjosubroto menjabat sebagai bupati dari 1978 hingga 1989, disusul oleh Drs. H. Wienachto (1989-1991), Drs. Sudiatno sebagai pejabat sementara pada 1991, dan Drs. H. Soetjipto (1991-1998). Drs. Setiawan Sadono menjadi Plt. Bupati pada 1999 sebelum digantikan oleh Drs. H. Soediharto yang menjabat hingga 2004.
Memasuki abad ke-21, Agus Riyanto menjadi bupati selama dua periode yakni 2004-2009 dan 2009-2012, dengan dua wakil bupati yang berbeda, yakni H. M. Hammam Miftah dan H. M. Herry Soelistyawan. Herry Soelistyawan kemudian menjadi Plt. Bupati pada 2013 sebelum digantikan oleh Drs. Haron Bagas Prakosa (Mei-Agustus 2013) dan Ir. Satrio Hidayat sebagai pejabat bupati hingga 2014.
Periode berikutnya, ki Entus Susmono terpilih sebagai bupati pada 2014 dengan Dra. Umi Azizah sebagai wakilnya. Setelah Enthus Susmono wafat, Umi Azizah naik sebagai bupati periode 2019-2024 dengan Sabilillah Ardie sebagai wakilnya. Pada 2024, Dr. Agustyarsyah diangkat sebagai penjabat bupati hingga awal 2025.
Saat ini, Kabupaten Tegal dipimpin oleh H. Ischak Maulana Rohman, SH sebagai bupati dengan Ahmad Kholid sebagai wakil bupati, yang menjabat sejak tahun 2025.
Data Bupati Tegal
No | Nama Bupati | Masa Kepemimpinan | Wakil Bupati | Keterangan |
---|---|---|---|---|
1 | Ki Gede Sebayu | 1601 - 1620 | - | Dimakamkan di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang |
2 | Ki Gede Honggowono | 1620 - 1625 | - | Dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru |
3 | Pangeran Adipati Martoloyo | 1625 - 1678 | - | - |
4 | Tumenggung Sindurejo | 1678 - 1679 | - | - |
5 | Tumenggung Honggowono (Reksonegoro) | 1679 - 1680 | - | Dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru |
6 | Tumenggung Secowijoyo | ? - 1697 | - | - |
7 | Tumenggung Secomenggolo | 1697 - 1700 | - | - |
8 | Tritonoto | 1700 - 1702 | - | - |
9 | Tumenggung Bodroyudo Secowardoyo I (Reksonegoro II) | 1702 - 1746 | - | - |
10 | Tumenggung Secowardoyo II (Reksonegoro III) | 1746 - 1776 | - | Dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru |
11 | Tumenggung Kartoyodo (Reksonegoro IV) | 1776 - 1800 | - | Dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru |
12 | R.M. Panji Haji Cokronegoro VI | 1800 - 1816 | - | Dimakamkan di Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng |
13 | Tumenggung Surenggrono | 1816 | - | - |
14 | Tumenggung Sumodiwangso / Surodiwongso, Suroloyo (Reksonegoro) | 1816 - 1819 | - | - |
15 | Tumenggung Secomenggolo | 1819 - 1821 | - | - |
16 | R.M.A. Reksonegoro VI | 1821 - 1857 | - | Dimakamkan di Desa Tegalarum, Kecamatan Adiwerna |
17 | Tumenggung Sosronegoro | 1857 - 1858 | - | - |
18 | Mas Ronggo Surodipuro | 1858 - 1862 | - | - |
19 | R. Tumenggung Widyoningrat | 1862 - 1864 | - | - |
20 | R. Tumenggung Panji Sosrokusumo | 1864 - 1869 | - | - |
21 | R.M. Ore (R.M.A. Reksonegoro VII) | 1869 - ? | - | - |
22 | R.M. Kis (R.M.A. Reksonegoro VIII) | ? - 1903 | - | Dimakamkan di Desa Tegalarum, Kecamatan Adiwerna |
23 | R.M. Suyitno (R.M.A. Reksonegoro IX) | 1903 - 1929 | - | Dimakamkan di Desa Tegalarum, Kecamatan Adiwerna |
24 | R.M. Susmono (R.M.A. Reksonegoro X) | 1929 - 1935 | - | - |
25 | J. Patih R. Subiyanto | 1935 - 1937 | - | - |
26 | R. Tumenggung Slamet Kertonegoro | 1937 - 1942 | - | - |
27 | Mr. Moh. Besar | 1942 - 1944 | - | Merangkap Burgermester |
28 | Raden Sunaryo | 1944 - 1945 | - | - |
29 | Kyai Abu Sujai | 1945 - 1946 | - | Dimakamkan di Talang |
30 | Prawoto Sudibyo | 1946 - 1948 | - | - |
31 | R. Soeputro | 1948 - 1949 | - | - |
32 | R.M. Susmono Reksonegoro | 1949 - 1950 | - | - |
33 | R.M. Sumindro | 1950 - 1955 | - | - |
34 | R.M. Projosumarto | 1955 - 1960 | - | - |
35 | Sutoro | 1960 - 1966 | - | Dimakamkan di Kebumen |
36 | Munadi (Pj.) | 1966 | - | - |
37 | R. Sutarjo (Pj.) | 1967 | - | - |
38 | Letkol. R. Supandhi Yudodharmo | 1967 - ? | - | - |
39 | Letkol. R. Samino Sastrosuwignyo | 1973 - 1977 | - | - |
40 | Drs. Herman Sumarmo (Ymt) | 1977 - 1978 | - | - |
41 | Hasyim Dirjosubroto | 1978 - 1989 | - | - |
42 | Drs. H. Wienachto | 1989 - 1991 | - | - |
43 | Drs. Sudiatno (Ymt) | 1991 | - | - |
44 | Drs. H. Soetjipto | 1991 - 1998 | - | - |
45 | Drs. Setiawan Sadono (Plt) | 1999 | - | - |
46 | Drs. H. Soediharto | 1999 - 2004 | - | - |
47 | Agus Riyanto, S.Sos, MM | 2004 - 2009 | HM. Hammam Miftah, S.Ag, MM | - |
48 | Agus Riyanto, S.Sos, MM | 2009 - 2012 | H. M. Herry Soelistyawan, SH, M.Hum | - |
49 | H. M. Herry Soelistyawan, SH, M.Hum | 2013 | - | - |
50 | Ir. Satrio Hidayat (Pj.) | 2013 - 2014 | - | - |
51 | Enthus Susmono | 2014 - 2019 | Dra. Umi Azizah | - |
52 | Dra. Umi Azizah | 2019 - 2024 | Sabilillah Ardie, B.Sc | - |
53 | Dr. Agustyarsyah, S.SiT., S.H., M.P. (Pj.) | 2024 - 2025 | - | - |
54 | H. Ischak Maulana Rohman, SH | 2025 - Sekarang | Ahmad Kholid | - |
Ekonomi Tegal 2025
Kabupaten Tegal dikenal sebagai daerah dengan perekonomian yang bergerak dinamis, ditopang oleh berbagai sektor industri rumah tangga, pertanian, kelautan, serta perantauan warganya ke berbagai daerah. Salah satu sektor yang menonjol adalah industri rumah tangga, yang berkembang pesat di berbagai kecamatan. Beberapa usaha yang banyak dijalankan masyarakat setempat antara lain industri pengecoran logam, pengerjaan logam, tekstil, shuttlecock, furniture, dan gerabah. Bahkan di wilayah Margasari terdapat pabrik industri yang memproduksi bahan baku kapur tulis dan bubuk, menjadi pemasok utama di Kabupaten Tegal. Karena geliat industri kecil dan menengah ini, Kabupaten Tegal sempat mendapat julukan Jepang-nya Indonesia pada masa lalu, mencerminkan kemajuan dan produktivitas industrinya yang tinggi.
Selain sektor industri, pertanian dan perkebunan juga menjadi mata pencaharian utama masyarakat, terutama di bagian selatan Kabupaten Tegal. Kecamatan Bumijawa dan Bojong dikenal sebagai daerah agraris yang subur, dengan hasil pertanian yang melimpah. Komoditas utama yang ditanam meliputi padi, sayuran, serta berbagai jenis tanaman perkebunan yang menopang kehidupan masyarakat setempat.
Di sektor kelautan dan perikanan, masyarakat pesisir, khususnya di Kecamatan Suradadi, menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Mereka melaut hingga ke perairan Laut Jawa, bahkan mencapai Laut Tiongkok Selatan di sekitar Kepulauan Riau. Hasil tangkapan mereka kemudian dijual ke berbagai pelabuhan perikanan besar seperti di Jakarta, Cirebon, Pekalongan, dan Kota Tegal. Selain sebagai nelayan, masyarakat pesisir juga banyak yang mengelola tambak udang windu dan ikan bandeng, termasuk usaha pembibitan ikan yang menjadi bagian dari rantai pasokan perikanan di wilayah ini.
Untuk sektor peternakan, Kabupaten Tegal juga memiliki peran signifikan dalam suplai kebutuhan pangan. Peternakan ayam dan itik berkembang pesat, khususnya Itik Tegal atau Indian Runner yang menjadi bahan utama produksi telur asin yang terkenal di Brebes. Selain unggas, masyarakat pedesaan juga banyak yang beternak kambing, sapi, dan kerbau secara tradisional, memenuhi kebutuhan daging dan susu di daerah sekitar.
Fenomena perantauan juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Kabupaten Tegal. Banyak warga yang merantau ke kota-kota besar, terutama Jakarta dan berbagai wilayah di Pulau Jawa maupun luar pulau. Usaha Warung Tegal (warteg) menjadi ikon yang banyak dijalankan oleh para perantau asal Tegal, dengan sebagian besar tergabung dalam Koperasi Warung Tegal (Kowarteg). Selain warteg, banyak juga warga Kecamatan Lebaksiu yang mengembangkan usaha martabak telur, yang kini menjadi kuliner populer di berbagai daerah.
Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, gelombang besar warga perantauan kembali ke kampung halaman dalam tradisi mudik tahunan. Fenomena ini tidak hanya menjadi ajang silaturahmi keluarga, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Kabupaten Tegal. Perputaran uang meningkat pesat, dengan banyaknya transaksi di pasar, pusat perbelanjaan, serta usaha-usaha lokal yang mendapat keuntungan lebih selama periode ini. Tradisi mudik menjadi salah satu momen di mana perekonomian daerah bergerak lebih dinamis, didukung oleh arus dana yang dibawa para perantau dari kota-kota besar.
Kesimpulan
Kabupaten Tegal memiliki potensi besar baik di sektor ekonomi, budaya, maupun pariwisata. Namun, pengembangan yang lebih menyeluruh dan pemerataan pembangunan di seluruh sektor masih diperlukan untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Bupati terpilih diharapkan dapat mewujudkan visi tersebut dengan kebijakan yang fokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat, pembangunan infrastruktur, serta pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Semoga Kabupaten Tegal menjadi daerah yang lebih maju, sejahtera, dan berdaya saing tinggi di masa depan.
(slawiayu/roy)