Tradisi gotong Toa Pe Kong di Slawi sangat unik dan menarik banyak pengunjung, para petugas penggotong juga bergantian. Namun, ada yang rutin menggotong Toa Pe Kong sehingga tumbuh punuk dilehernya.
Gotong Toa Pe Kong di Slawi juga terbilang cukup menguras tenaga, sebab bukan hanya dipikul namun digoncang-goncangkan ke kanan dan ke kiri tanpa berhenti. Berat masing-masing tandunya saja sekitar 108 kilogram, yang digotong oleh 4 orang.
"Tandunya berat, mereka yang menggotong dan menggoyangkan tidak boleh sampai diletakan ditanah," kata Alex umat klenteng Slawi.
Menurutnya, punuk dileher para penggotong tandu Toa Pe Kong di Slawi merupakan simbol keperkasaan orang Slawi. "Mereka yang tumbuh punuk rutin menggotong Toa Pe Kong pas acara Cap Go Meh".
Walaupun Toa Pe Kong merupakan tradisi Tiong Hoa, tapi ternyata mereka tetap menghormati pemeluk agama lain yang hendak melakukan ibadah. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan tradisi ini menjadi dibanjiri oleh penonton yang bukan hanya berasal dari kaum keturunan Tiong Hoa, melainkan dari Jawa.
Banyak pula terlihat penonton berasal dari agama Islam, hal ini tentu mengejutkan mengingat tradisi ini sendiri berbau ajaran Budha. Tapi masyarakat disini menyambut Toa Pe Kong dengan baik-bahkan antusias.
(slawiayu/siswandi)